Kamis, 19 Maret 2015

ESAI PERBARUAN



Esai Perbaruan

NIKMAT
Rubrik ruang hati bertautan merangkai waktu. Berulang air mata mengalir menyaksikan perselingkuhan waktu. Rata-rata tidak bertajuk seperti yang ada dalam sepinya. Menyesal bergelimang dosa. Memang diri tak pantas disebut setia. Umur yang tak lagi muda. Menatap langit yang tak lagi terang.
Sedikit harapan menaruh sentimental. Janji manisnya pada hidup sesekali menagih. Binar mata terangnya menemani semangat.
Seperti setiap hari berpacu dengan waktu. Bu Asa menuju tempat bermulanya rezeki mengendap di pelataran batin dan raganya. Menuju pintu gerbang sudah banyak siswa yang datang.  “Selamat pagi, Ibu!”
Ilustrasi di atas menggambarkan rutinitas seorang insan yang lemah, yang berupaya setia pada pekerjaannya.  Ibarat cercah cahaya yang ingin selalu menularkan kehangatan namun mega mendung seringkali menghalangi cahaya. Kalau boleh penulis interpretasi mega mendung adalah halangan, cacian, makian, nada sinis dan apa pun yang mewarnai hidupnya. Insyaallah, hal tersebut yang membuat indah kesetiaan.
Keinginan tersebut juga menimbulkan keinginan lain untuk hidup ikhlas walaupun sulit. Akan tetapi, sulitnya ikhlas itu wajar, seperti yang dikemukakan Ippho “Right” Santosa dalam bukunya “Untuk mengawali ikhlas itu sulit. Awalnya, hal tersebut dilakukan karena terpaksa”. Memang, akhirnya lama-lama akan terlatih dan tidak terpaksa lagi, insyaallah.
Inti yang dapat dipetik dari tulisan di atas, menikmati segala pekerjaan seharusnya dengan setia penuh ikhlas. Penulis mohon maaf kalau hal tersebut merupakan keinginan yang terlalu sempurna dan membuat bibir tersenyum tidak simetris.
 Diperbarui
Srisa, 20 Maret 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARYA ILMIAHKU: MAKALAH "BAPAK TULUS"

  MAKALAH BAHASA INDONESIA MENGEMBANGKAN APRESIASI PROSA BERTEMA KEHIDUPAN     Disusun oleh: Nama                               ...