Rabu, 12 Maret 2014

CERPEN ANAK : Hadiah Juara Satu



Hadiah Juara Satu 
Karya: Srisa

Mendung menggelayut di awan semenjak Galih pulang sekolah. Walaupun tidak seperti biasanya, ia agak terburu-buru. Bukan saja karena menahan lapar yang menendang tetapi ia ingin menyampaikan berita gembira kepada orang-orang tersayang. Karena orang tuanya masih bekerja, kepada pengasuhlah pertama kali disampaikannya berita gembira itu.  Dalam hatinya, “Mak, aku juara satu! Emak, aku sangat lapar!!!!” Emak adalah pengasuhnya sejak kecil, asli Madura. Badannya yang gemuk tambun, terasa membebani jalannya. Suasana semakin gelap, hujan tinggal selangkah lagi mengucur ke bumi. Sambil sesekali terengah-engah. Sesekali berlari. Sesekali berjalan.
Sesampai di rumah, Galih bercerita kepada Emak, dengan bahasa Madura.  Mak, aku juara satu!”.
 Sokor, Cong! (Bhs. Madura, sokor= syukur, Cong=Nak/untuk anak lai-laki. “Syukur, Nak!”). Galih sudah membayangkan, bahwa besok ia akan menyantap ayam goreng tepung di restoran cepat saji satu-satunya yang ada di kotanya. Sesekali dilihatnya jam di dinding. Belum pukul dua. Ibunya masih belum pulang. Ia sudah tidak sabar ingin menyampaikan berita gembira itu.  
Ada suara sepeda motor yang berhenti di depan rumah. Cepat-cepat ia berlari ke arah sepeda motor itu. Betapa kecewanya, ternyata... bukan ibunya, tetapi Pencatat listrik PLN yang memeriksa meteran listrik di rumahku.
Galih kembali masuk ke rumah dengan langkah gontai. Ia bertanya dalam hati, mengapa Ibu belum datang-datang.
Tiba-tiba, handphone berbunyi...suara Coboy Jr “Yang Terhebat” bersenandung memanggil...
Galih cepat-cepat mengangkat handphone-nya.
 “Ayah!”
“Ayah, ada apa ?”
 Setelah beberapa lama Galih bercakap-cakap tiba-tiba wajahnya terlihat sangat kecewa. Adiknya, Nabil, yang baru berumur 4 tahun,  yang baru bangun tidur pun bertanya padanya.
 “Ada apa, Mas?” Galih tidak menjawab sepatah kata pun.
“Mas Galih ditanyai Adik kok tidak menjawab, sih?” protes Adiknya. Galih tetap berlalu tidak mempedulikan adiknya yang bersungut-sungut.
Tak terasa, kumandang adzan magrib di langgar kampung mulai menggema. Akan tetapi, ibu belum pulang. Ayah juga. Galih merasa betul-betul jengkel, kesal, marah, semua bercampur menjadi satu.
Handphone-nya berbunyi lagi. Suara Coboy Jr. sebagai ringtone yang biasanya sangat disukai, kini tidak dihiraukannya. Yang ada hanya kesal dan marah.
Mak, mengapa Ibu dan Ayah tidak pulang-pulang? Mengapa mereka hanya menanyakan sudah makan apa belum? Mengapa mereka berdua tidak bangga pada Galih, mengapa?”. Emak menjawab dengan bahasa dan logat Madura yang kental.
“Mungkin ayah dan ibu masih ada keperluan, jangan ditunggu-tunggu. Jelek, Cong!”
Galih berpikir, benar juga dengan apa yang dikatakan Emak. “Aku tidak boleh berpikir sejelek itu pada Ayah dan Ibu” pikirnya. Akan tetapi, perasaan kesal itu tidak hilang.
Ketika jarum jam sudah melewati angka sembilan,  terdengar suara mobil di depan rumah. Siapa malam-malam begini bertamu, ucap Galih.  Seketika itu, dilihatnya dari jendela, ada seorang laki-laki membawa tas. Ternyata, Pak Yusron, teman Ayah! Dan,...siapa yang digendong ayah? Galih berlari melihatnya. Ternyata, ibuku tergolek lemas dan perut ibu...tak lagi besar!
“Ibuuu! Ada apa  dengan Ibu, Yah?” tanya Galih sambil menangis.
“Ibuuu!” Isak  Galih tak tertahan.
“Ibuuu! Ada apa, Bu?” ....
“Nak, adik kecil dalam perut ibu sudah tidak ada lagi. Tadi, kami dari dokter dan ibu harus menjalani perawatan di sana. Galih masih ingat, kan,  kemarin ibu yang sakit perut?”
“Ingat, Yah!  Ada apa dengan sakit Ibu?” tanya Galih penasaran.
“Nah, ternyata, adik dalam perut ibu juga sakit sampai akhirnya adik kecil tidak dapat tertolong”.  Ayah tidak henti-hentinya memberi pengertian padanya. Ia mengangguk mengerti.
“Ya, Yah...” jawabnya lemas. Meskipun ada perasaan kecewa dalam hati Galih. Akhirnya, ia menyadari kesalahannya.
“Ibu...maafkan Galih. Galih telah berprasangka buruk pada Ibu. Seharusnya, Galih malah mendoakan Ibu dan Adik kecil. Maafkan Galih, ya, Bu?”
Ibu menjawab dengan suara lemah.
“Tidak apa-apa, Nak. Selamat, ya, Galih juara satu! Ibu bangga padamu. Pertahankan prestasimu. Walaupun, ibu belum bisa memberi hadiah untukmu.” Ada segurat kekecewaan di wajah Ibu.
“Galih tidak ingin hadiah, Bu. Ibu sembuh, sehat, itu adalah hadiah terindah buat Galih.”
Galih menyesal telah mempunyai pikiran jelek kepada Ayah dan Ibunya. Pupuslah harapan untuk mempunyai seorang adik lagi. Akan tetapi, ia masih bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Penyayang, Ibu masih ada di depan matanya. Bagi Galih, hadiah juara satu yang terindah dan terbaik adalah kesehatan dan kesembuhan Ibu.

===========Mator Sakalangkong===========


Lomba Mengarang Cerpen Anak oleh Guru


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARYA ILMIAHKU: MAKALAH "BAPAK TULUS"

  MAKALAH BAHASA INDONESIA MENGEMBANGKAN APRESIASI PROSA BERTEMA KEHIDUPAN     Disusun oleh: Nama                               ...