Nabil Sudah
Besar, Bu!
Karya: Sri Setiyo A.
Malam itu aku membaca buku sambil tiduran. Memang sangat nyaman. Bila
sewaktu-waktu rasa kantuk datang, aku dapat langsung tidur.
Ibu datang membawakan kue ke kamarku.
“Nabil,
jangan membaca buku sambil tiduran! Nanti matamu sakit, lho!” kata Ibu.
“Ibu
pasti begitu. Tidak belajar salah. Belajar salah.” Katanya.
“Ya,
sudah kalau Ibu salah. Akan tetapi ingat, jika matamu sakit jangan mengeluh,
ya?” Kata Ibu seraya berlalu.
“Ya,
bu. Nabil sudah besar. Nabil tahu yang benar!” Kali ini aku sangat risih kepada
ibu.
Sepulang dari bermain bola, aku langsung masuk kamar dan
menghidupkan play station. Suara ibu yang memanggil-manggil tidak aku
pedulikan karena kalah oleh suara sountrack game yang aku mainkan. Tengah
asik memainkan stik, ibu menghampiri ke kamar. Sambil menepuk pundakku, ibu
berbicara dengan nada pelan.
“Nabil,
ayo mandi dulu! Banyak kotoran dan kuman yang dapat membuat kamu sakit. Dan,
setan akan mengikuti kamu, lho!” kata ibu.
“Ah, ibu. Nabil, kan sudah besar!” bantah aku.
Ibu hanya tersenyum mendengarkan kata bantahan ku dan tersenyum
berlalu. Mulut ku bersungut-sungut. Tak lama kemudian, mataku sangat berat dan
kantuk. Aku merasa berada di rumah sendiri. Sepi sekali. Ibu kupanggil-panggil,
tetapi tidak menyahut. Aku menuju kamar
Kak Galih. Sekali lagi, tidak kujumpai
siapa pun di kamar. Kali ini aku menuju dapur, dan memanggil Emak Rahma.
“Mak,
Mak!” kupanggil Emak. Emak adalah pengasuhku.
Berulang
kali kupanggil semua keluargaku tetapi tidak ada yang datang atau pun jawab
panggilan.
“Jangan-jangan
semua sembunyi, tetapi di mana ya?” Aku berbicara sendiri. “Ke mana, sih, semua
orang. Kok tidak ada siapa pun”.
Aku menuju
keluar rumah, mencari Pak Slamet, suami Emak. Siapa tahu ada di kebun depan
rumah.
“Pak,Pak
Slamet!” dia memanggil Pak Slamet.
Akan
tetapi, juga tidak ada jawaban. Tidak ada seorang pun ada di rumah.
“Heh,
keluar saja, deh.” Ujarku.
Kuambil sepeda dan menuntunnya keluar rumah. Kuayuh sepeda dengan
pelan. Kok, tidak ada seorang pun.
Padahal, minggu-minggu begini biasanya jalanan ramai. Lalu, aku menuju
tanah lapang. Setelah beberapa saat, sampailah aku di tanah lapang. Anehnya, tidak
kujumpai teman-teman. Pikirku, hari ini sangat aneh. Akhirnya, ku pulang
kembali. Semua terasa aneh. Aku bingung harus berbuat apa dan masuk kamar. Ku
hidupkan teve, kok tidak ada acara ya? Ku tekan tombol remot nomor 5, lho kok
tidak ada juga!
Tiba-tiba, segerombolan makhluk aneh terlihat dari kaca jendela
kamar. Mereka menuju rumahku, banyak sekali. Semakin dekat, semakin terlihat. Mereka
sangat mengerikan, seperti Zombi, tokoh Plants and Zombi, game
yang biasa ku mainkan. Mereka tidak berbicara,
hanya meraung-raung. Cepat-cepat aku mengunci semua pintu rumahku.
Mereka mengetuk-ketuk pintu rumah dan ...mereka dapat membuka pintu. Aku takut
sekali. “Bagaimana ini?” aku kebingungan. Aku bersembunyi di dalam lemari baju.
Kudengar sangat berantakan, mungkin mereka mengacak-acak rumah. Aku menangis
tetapi takut bersuara.
“Ibu,
Ibu di mana? Nabil sendirian, bu!” airmataku mengalir dan merasa bersalah kepada
ibu.
Ada
suara memanggilku.
“Nabil,
Nabil, bangun, sayang.” Suara itu
semakin jelas.
Matanya
terbuka dan .... Ibu sudah ada di depanku.
“Ibu!,
Nabil takut!” Tangisku.
“Rupanya
kamu mimpi, ya? Makanya, sebelum tidur berdoa dulu, bersihkan badan dulu. Agar
tidak ada kuman, kotoran, dan setan yang mengikuti kita. Apalagi, kamu juga sering membaca buku lalu
tertidur. Biasanya, kalau membaca sambil tiduran mata sakit dan bisa tertidur
seperti itu” kata ibu pelan.
“Ya,
bu. Nabil mengerti dan tidak akan mengulanginya.” Kataku.
“Percayalah,
ibu cerewet begini karena ibu sayang kepada Nabil!” tambah ibu.
Dengan sayang pula kupeluk ibu. Janjiku dalam hati bahwa akan kuturuti
perkataan ibu. Aku tidak ingin seperti
Malin Kundang yang tidak mengakui ibu. Aku masih perlu ibu sampai kapan pun. Kata-kata
ibu itu memang ajaib, ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar