Sabtu, 13 Desember 2025

KARYA ILMIAHKU: MAKALAH "BAPAK TULUS"

 

MAKALAH BAHASA INDONESIA

MENGEMBANGKAN APRESIASI PROSA

BERTEMA KEHIDUPAN

 

 

Disusun oleh:

Nama                               : Sri Setiyo Astuti
Mata Pelajaran             : Bahasa Indonesia Tingkat lanjut
Sekolah                           : XXXXXXXX
Tahun Pelajaran          : 2025-2026

 

 

                                

 

KATA PENGANTAR

 

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, makalah berjudul “Mengembangkan Apresiasi Prosa Bertema Kehidupan” ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun sebagai bagian dari pembelajaran Bahasa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan apresiasi peserta didik terhadap karya sastra, khususnya prosa

Prosa sebagai salah satu bentuk karya sastra memiliki peran penting dalam menyampaikan nilai-nilai kehidupan, refleksi batin, serta pengalaman manusia secara mendalam. Oleh karena itu, apresiasi terhadap prosa perlu dikembangkan agar pembaca tidak hanya memahami makna tersurat, tetapi juga mampu menangkap makna tersirat yang terkandung di dalamnya.

Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Sampang, 13 Desember 2025
Penyusun

 


DAFTAR ISI

  1. BAB I Pendahuluan
    1.1 Latar Belakang
    1.2 Rumusan Masalah
    1.3 Tujuan Penulisan
  2. BAB II Pembahasan
    2.1 Pengertian Apresiasi Prosa Bertema Kehidupan
    2.2 Sinopsis Cerita Mini Blog“Bapak Tulus” karya Srisa
    2.3 Unsur Intrinsik dalam Cerita Mini Blog “Bapak Tulus” Karya Srisa
    2.4 Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerita Mini Blog “Bapak Tulus” Karya Srisa
    2.5 Peran Cerita Mini Blog “Bapak Tulus” dalam Mengembangkan Apresiasi Prosa
  3. BAB III Penutup
    3.1 Simpulan
    3.2 Saran

Daftar Pustaka

 

 

 

 

                                                                                         BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra merupakan cerminan kehidupan manusia yang dituangkan melalui bahasa yang indah dan bermakna. Salah satu bentuk karya sastra yang dekat dengan kehidupan sehari-hari adalah prosa. Prosa bertema kehidupan sering kali menghadirkan realitas sosial, nilai moral, serta keteladanan yang dapat dijadikan bahan refleksi bagi pembacanya. Melalui apresiasi prosa, pembaca tidak hanya memahami cerita secara tekstual, tetapi juga mampu menangkap pesan, nilai, dan makna yang terkandung di dalamnya.

Cerita mini blog berjudul “Bapak Tulus” karya Srisa ini diterbitkan di sebuah blog pribadi bersahajagalby.blogspot.com. Cerita mini blog ini merupakan salah satu contoh prosa bertema kehidupan yang sarat nilai kemanusiaan. Cerita ini menggambarkan sosok tukang kebun sekolah yang bekerja dengan penuh keikhlasan, kejujuran, dan tanggung jawab, serta hubungannya dengan sang anak yang kelak berhasil meraih cita-cita berkat keteladanan ayahnya. Oleh karena itu, karya ini layak diapresiasi sebagai bahan pembelajaran sastra, khususnya dalam mengembangkan apresiasi prosa bertema kehidupan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.

  1. Apa pengertian apresiasi prosa bertema kehidupan?
  2. Bagaimana sinopsis Cerita Mini “Bapak Tulus” karya Srisa?
  3. Bagaimana unsur intrinsik dalam cerita mini “Bapak Tulus” karya Srisa?
  4. Nilai-nilai kehidupan apa saja yang terkandung dalam cerita “Bapak Tulus” karya Srisa?
  5. Bagaimana peran cerita “Bapak Tulus” karya Srisa dalam mengembangkan apresiasi prosa?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini :

  1. Mendeskripsikan konsep apresiasi prosa bertema kehidupan.
  2. Menjelaskan sinopsis Cerita Mini “Bapak Tulus” karya Srisa.
  3. Menganalisis unsur intrinsik Cerita Mini “Bapak Tulus” karya Srisa.
  4. Mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam Cerita Mini “Bapak Tulus” karya Srisa karya Srisa.
  5. Menjelaskan pentingnya cerita “Bapak Tulus” karya Srisa dalam pengembangan apresiasi prosa.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Apresiasi Prosa Bertema Kehidupan

Apresiasi prosa adalah kegiatan memahami, menikmati, menilai, dan menghargai karya sastra prosa secara menyeluruh. Prosa bertema kehidupan biasanya mengangkat pengalaman manusia sehari-hari yang dekat dengan realitas sosial, seperti perjuangan hidup, hubungan keluarga, kejujuran, pengorbanan, dan ketulusan.

Melalui apresiasi prosa bertema kehidupan, pembaca diajak untuk berempati terhadap tokoh, memahami konflik yang dihadapi, serta mengambil hikmah dari peristiwa yang disajikan dalam cerita.

Aminuddin (2002) menyatakan bahwa apresiasi sastra merupakan kegiatan memahami, menikmati, menghayati, dan menilai karya sastra secara sungguh-sungguh. Apresiasi tidak berhenti pada pemahaman isi cerita, tetapi juga mencakup pengenalan unsur-unsur pembangun karya sastra serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam konteks prosa, apresiasi berarti kemampuan pembaca untuk menangkap makna cerita melalui unsur intrinsik seperti tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, dan amanat.

Lebih lanjut, Aminuddin menjelaskan bahwa apresiasi sastra melibatkan aktivitas intelektual dan emosional pembaca. Pembaca diajak untuk berpikir kritis terhadap struktur cerita sekaligus merasakan pengalaman batin tokoh-tokohnya. Dengan demikian, apresiasi prosa tidak hanya bersifat analitis, tetapi juga empatik, karena pembaca berusaha memahami kehidupan tokoh serta konflik yang dihadirkan dalam cerita.

Aminuddin (2002) juga menegaskan bahwa apresiasi sastra memiliki peran penting dalam pembentukan sikap dan karakter. Melalui penghayatan terhadap karya prosa yang bermutu, pembaca dapat menyerap nilai moral, sosial, religius, dan pendidikan yang relevan dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu, pembelajaran apresiasi prosa di sekolah tidak hanya bertujuan meningkatkan kemampuan berbahasa dan berpikir kritis, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kemanusiaan.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa apresiasi prosa menurut Aminuddin adalah proses menyeluruh yang mencakup pemahaman struktur karya, penghayatan makna, serta penilaian terhadap nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya. Kajian ini menjadi landasan teoretis dalam menganalisis dan mengapresiasi cerita mini “Bapak Tulus” sebagai prosa bertema kehidupan 

B. Sinopsis Cerita Mini “Bapak Tulus” Karya Srisa

Cerita “Bapak Tulus” mengisahkan seorang tukang kebun tua di SMA Negeri 3 Karang Ayem yang bekerja dengan penuh keikhlasan meskipun usia dan kondisi fisiknya sudah renta. Ia selalu menanamkan nilai kejujuran dan kerja keras kepada anaknya, Tegar, yang bersekolah di tempat yang sama.

Dengan segala keterbatasan, Bapak Tulus mendampingi Tegar hingga lulus sekolah dan melanjutkan pendidikan tinggi melalui beasiswa. Setelah Bapak Tulus wafat, Tegar berhasil menjadi guru PNS dan kembali mengajar di sekolah tempat ayahnya dulu bekerja. Kisah ini ditutup dengan suasana haru ketika Tegar mengenang ketulusan sang ayah yang telah membentuk karakter dan masa depannya.

C. Unsur Intrinsik Cerita “Bapak Tulus” Karya Srisa

  1. Tema
    Tema utama cerita ini adalah ketulusan dan kejujuran dalam menjalani kehidupan.
  2. Tokoh dan Penokohan
    • Bapak Tulus: sosok ayah yang tulus, jujur, pekerja keras, dan religius.
    • Tegar: anak yang berbakti, rendah hati, dan tekun dalam belajar.
  3. Alur
    Alur yang digunakan adalah alur maju, dimulai dari aktivitas Bapak Tulus di sekolah hingga keberhasilan Tegar di masa depan.
  4. Latar
    • Latar tempat: SMA Negeri 3 Karang Ayem, rumah sederhana di pinggir sawah.
    • Latar waktu: pagi hari, masa sekolah hingga beberapa tahun kemudian.
    • Latar suasana: haru, sederhana, penuh keteladanan.
  5. Sudut Pandang
    Sudut pandang orang ketiga (serba tahu).
  6. Amanat
    Kejujuran, kerja keras, dan ketulusan adalah warisan hidup yang paling berharga.

Berikut bukti dalam paragraf yang memuat unsur-unsur intrinsik cerita mini “Bapak Tulus” karya Srisa.

1. Tema (Ketulusan dan Kejujuran dalam Menjalani Kehidupan)

Bukti paragraf:

“Selama puluhan tahun, Bapak Tulus setia bekerja di sekolah itu. Tak peduli panas, hujan, atau gaji yang tak seberapa. Bagi beliau, bekerja adalah bentuk ibadah dan rasa syukur.”

Paragraf ini mencerminkan ketulusan dan kejujuran tokoh utama dalam menjalani hidup melalui kerja yang ikhlas tanpa pamrih.

 

2. Tokoh dan Penokohan

a. Bapak Tulus (tulus, jujur, pekerja keras, religius)

Bukti paragraf:

“Di balik pohon bintaro yang rindang, tampak seorang lelaki tua sedang menyapu halaman dengan tenang. Tubuhnya sudah bongkok, rambutnya memutih, tapi sapu lidi di tangannya bergerak mantap.”

dan diperkuat dengan:

“Kalau tangan ini masih kuat, berarti Gusti Allah masih kasih kesempatan buat berbuat baik.”

Kutipan tersebut menunjukkan sifat pekerja keras, ikhlas, dan religius yang melekat pada tokoh Bapak Tulus.


b. Tegar (berbakti, rendah hati, tekun belajar)

Bukti paragraf:

“Kadang, sebelum masuk kelas, ia membantu Bapaknya memungut daun-daun kering di halaman belakang, lalu cuci tangan dan berganti seragam di ruang kecil dekat gudang alat kebun.”

dan:

“Iya, Pak. Doain Tegar bisa bikin Bapak bangga.”

Paragraf ini menunjukkan bahwa Tegar adalah anak yang berbakti, rendah hati, dan memiliki semangat untuk maju melalui pendidikan.


3. Alur (Alur Maju)

Bukti paragraf:

“Waktu terus berjalan. Hari berganti tahun. Bapak Tulus tetap bekerja, meski umurnya sudah melewati tujuh puluh.”

dilanjutkan dengan:

“Empat tahun setengah berlalu. Tegar lulus dengan IPK yang memuaskan, dan tak lama kemudian mengikuti tes CPNS dan diterima sebagai guru PNS.”

Urutan peristiwa bergerak maju secara kronologis, dari masa sekolah hingga masa depan tokoh.

 

4. Latar

a. Latar Tempat

Bukti paragraf:

“Namanya Bapak Tulus, tukang kebun di SMA Negeri 3 Karang Ayem.”

dan:

“Mereka berjalan kaki dari rumah di pinggir sawah.”


b. Latar Waktu

Bukti paragraf:

“Embun pagi masih menempel di dedaunan halaman sekolah.”

dan:

“Empat tahun setengah berlalu.”


c. Latar Suasana (haru, sederhana, penuh keteladanan)

Bukti paragraf:

“Tangis haru pun pecah di beranda rumah kecil mereka.”

dan:

“Air matanya menetes, jatuh di atas tanah yang dulu sering ia bersihkan bersama sang ayah.”


5. Sudut Pandang (Orang Ketiga Serba Tahu)

Bukti paragraf:

“Di sana, dulu ia dan Bapaknya menyapu bersama setiap pagi.”

Penggunaan kata ganti “ia” dan “Bapaknya” menunjukkan pencerita berada di luar cerita dan mengetahui keseluruhan peristiwa.


6. Amanat (Kejujuran, Kerja Keras, dan Ketulusan)

Bukti paragraf:

“Bapak nggak minta apa-apa, Nak. Asal kamu jadi orang jujur dan berguna, itu sudah lebih dari cukup.”

dan dipertegas oleh penutup cerita:

“Ia tahu, semua yang dimilikinya hari ini bukan semata hasil kepintaran, tapi berkat ketulusan seorang Bapak Tulus.”

 

D. Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerita Mini Blog “Bapak Tulus” Karya Srisa

Cerita ini mengandung berbagai nilai kehidupan, antara lain:

  1. Nilai moral, berupa kejujuran, tanggung jawab, dan kerja keras.
  2. Nilai sosial, berupa kepedulian, kesederhanaan, dan hubungan harmonis antara ayah dan anak.
  3. Nilai religius, terlihat dari anggapan bahwa bekerja adalah bentuk ibadah dan rasa syukur kepada Tuhan.
  4. Nilai pendidikan, berupa motivasi untuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.

Bukti dalam paragraf yang memuat nilai-nilai akan dikupas lebih mendalam dalam penjelas berikut.

1. Nilai moral (kejujuran, tanggung jawab, dan kerja keras)

Bukti paragraf:

“Selama puluhan tahun, Bapak Tulus setia bekerja di sekolah itu. Tak peduli panas, hujan, atau gaji yang tak seberapa. Bagi beliau, bekerja adalah bentuk ibadah dan rasa syukur.”

Kutipan ini menunjukkan kerja keras dan tanggung jawab Bapak Tulus yang tetap menjalankan tugasnya dengan jujur dan konsisten meskipun kondisi tidak selalu menguntungkan.


2. Nilai sosial (kepedulian, kesederhanaan, dan hubungan harmonis ayah–anak)

Bukti paragraf:

“Setiap pagi, ia datang lebih awal bersama anak laki-lakinya, Tegar, yang masih duduk di bangku SMA di sekolah yang sama. Mereka berjalan kaki dari rumah di pinggir sawah, sambil membawa bekal nasi bungkus dan segelas air putih dalam botol bekas.”


Paragraf ini mencerminkan kesederhanaan hidup, kebersamaan, serta hubungan harmonis antara ayah dan anak yang saling mendukung.


3. Nilai religius (bekerja sebagai ibadah dan rasa syukur kepada Tuhan)

Bukti paragraf:

“Kalau tangan ini masih kuat, berarti Gusti Allah masih beri kesempatan untuk berbuat baik,” ucapnya lirih setiap kali memeras keringat.

Ungkapan ini menegaskan pandangan Bapak Tulus bahwa bekerja adalah ibadah dan bentuk syukur kepada Tuhan atas kesehatan dan kesempatan hidup.


4. Nilai pendidikan (motivasi menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh)

Bukti paragraf:

“Bapak nggak minta apa-apa, Nak. Asal kamu jadi orang jujur dan berguna, itu sudah lebih dari cukup.”

dan diperkuat dengan:

“Tegar lulus dengan IPK yang memuaskan, dan tak lama kemudian mengikuti tes CPNS dan diterima sebagai guru PNS.”


Kutipan tersebut menunjukkan dorongan moral dan motivasi pendidikan dari orang tua yang akhirnya membuahkan keberhasilan akademik dan profesional.

Nilai-nilai tersebut menjadikan cerita “Bapak Tulus” relevan sebagai bacaan pembentuk karakter.


E. Peran Cerita Mini Blog “Bapak Tulus” Karya Srisa dalam Mengembangkan  Apresiasi Prosa

Peran cerita mini blog “Bapak Tulus” dalam mengembangkan apresiasi prosa dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. Menumbuhkan Kepekaan Emosional Pembaca
    Cerita mini “Bapak Tulus” menyajikan kisah sederhana namun sarat nilai ketulusan, kejujuran, dan pengorbanan. Kesederhanaan konflik dan kedalaman perasaan tokoh membuat pembaca mudah tersentuh secara emosional. Hal ini melatih pembaca untuk merasakan, memahami, dan menghargai pengalaman batin tokoh, serta inti dari apresiasi prosa.
  2. Memudahkan Pemahaman Unsur Intrinsik Prosa
    Sebagai cerita mini, “Bapak Tulus” memiliki alur singkat, tokoh yang jelas, latar sederhana, dan tema yang kuat. Kondisi ini membantu pembaca, khususnya siswa, mengenali unsur intrinsik (tema, tokoh, alur, latar, amanat) secara lebih konkret sehingga kemampuan mengapresiasi struktur karya prosa meningkat.
  3. Mengembangkan Sikap Apresiatif terhadap Nilai Kehidupan
    Cerita ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan amanat moral yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Pembaca diajak menilai dan merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Proses refleksi ini merupakan bentuk apresiasi prosa pada tingkat pemaknaan.
  4. Mendorong Minat Membaca Karya Sastra
    Format cerita mini blog yang ringkas, bahasa yang komunikatif, dan alur yang tidak rumit membuat “Bapak Tulus” mudah diakses dan menarik. Hal ini berperan dalam meningkatkan minat baca sastra, terutama bagi pembaca pemula, sehingga apresiasi terhadap prosa dapat tumbuh secara bertahap.
  5. Menjadi Media Pembelajaran Apresiasi Sastra
    Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, cerita mini blog “Bapak Tulus” dapat dijadikan bahan ajar untuk kegiatan membaca, menganalisis, dan menanggapi karya sastra. Melalui kegiatan tersebut, siswa dilatih untuk menikmati, memahami, dan menilai karya prosa secara kritis dan estetis.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Apresiasi Prosa Bertema Kehidupan

Melalui apresiasi prosa bertema kehidupan, pembaca diajak untuk berempati terhadap tokoh, memahami konflik yang dihadapi, serta mengambil hikmah dari peristiwa yang disajikan dalam cerita. Cerita mini blog “Bapak Tulus” karya Srisa merupakan prosa bertema kehidupan yang menggambarkan keteladanan seorang ayah melalui sikap tulus, jujur, dan penuh pengorbanan. Melalui analisis unsur intrinsik dan nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya, cerita ini mampu mengembangkan apresiasi pembaca terhadap karya sastra prosa.

2. Sinopsis Cerita Mini “Bapak Tulus” Karya Srisa

Cerita “Bapak Tulus” mengisahkan seorang tukang kebun tua di SMA Negeri 3 Karang Ayem yang bekerja dengan penuh keikhlasan meskipun usia dan kondisi fisiknya sudah renta. Ia selalu menanamkan nilai kejujuran dan kerja keras kepada anaknya, Tegar, yang bersekolah di tempat yang sama.

Dengan segala keterbatasan, Bapak Tulus mendampingi Tegar hingga lulus sekolah dan melanjutkan pendidikan tinggi melalui beasiswa. Setelah Bapak Tulus wafat, Tegar berhasil menjadi guru PNS dan kembali mengajar di sekolah tempat ayahnya dulu bekerja. Kisah ini ditutup dengan suasana haru ketika Tegar mengenang ketulusan sang ayah yang telah membentuk karakter dan masa depannya.

3. Unsur Intrinsik Cerita “Bapak Tulus” Karya Srisa

1)     Tema utama cerita ini adalah ketulusan dan kejujuran dalam menjalani kehidupan.

2)     Tokoh dan Penokohan

o   Bapak Tulus: sosok ayah yang tulus, jujur, pekerja keras, dan religius.

o   Tegar: anak yang berbakti, rendah hati, dan tekun dalam belajar.

3)     Alur yang digunakan adalah alur maju, dimulai dari aktivitas Bapak Tulus di sekolah hingga keberhasilan Tegar di masa depan.

4)     Latar : Latar tempat: SMA Negeri 3 Karang Ayem, rumah sederhana di pinggir sawah; latar waktu: pagi hari, masa sekolah hingga beberapa tahun kemudian; latar suasana: haru, sederhana, penuh keteladanan.

5)     Sudut pandang orang ketiga (serba tahu).

6)     Amanat : Kejujuran, kerja keras, dan ketulusan adalah warisan hidup yang paling berharga.

4.Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerita Mini Blog “Bapak Tulus” Karya Srisa

Cerita ini mengandung berbagai nilai kehidupan, antara lain:

1)     Nilai moral, berupa kejujuran, tanggung jawab, dan kerja keras.

2)     Nilai sosial, berupa kepedulian, kesederhanaan, dan hubungan harmonis antara ayah dan anak.

3)     Nilai religius, terlihat dari anggapan bahwa bekerja adalah bentuk ibadah dan rasa syukur kepada Tuhan.

4)     Nilai pendidikan, berupa motivasi untuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.

5.Peran Cerita Mini Blog “Bapak Tulus” dalam Mengembangkan Apresiasi Prosa Cerita mini blog “Bapak Tulus” berperan penting dalam mengembangkan apresiasi prosa karena :  

1)     mampu menghadirkan pengalaman sastra yang sederhana, bermakna, dan mudah dipahami,

2)     menumbuhkan kepekaan rasa, pemahaman struktur, dan sikap menghargai nilai-nilai kemanusiaan dalam karya sastra.

B. Saran

1. Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi pembelajaran sastra, khususnya dalam mengapresiasi prosa bertema kehidupan.

2. Para guru pembina Bahasa dan Sastra Indonesia dapat mencari bahan pembelajaran yang berperan dalam mengembangkan apresiasi prosa yang tidak hanya meningkatkan pemahaman sastra, tetapi juga menumbuhkan kepekaan moral dan empati sosial.

2. Pembaca dan peserta didik disarankan untuk lebih banyak membaca karya sastra sejenis agar mampu mengambil hikmah dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

 


DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Srisa. 2025. Bapak Tulus. Cerita Mini Blog. Sampang, 19-10-2025. http://bersahajagalby.blogspot.com/

 

 

 

 

 

 

 

 


Jumat, 05 Desember 2025

NARASI CERITAKU


Jejak Kecil dari Toko Nurida

Penulis : Srisa


Aku sering bertanya-tanya mengapa setiap kali kenangan masa kecil itu kembali, dadaku terasa sesak, seolah ada pintu tua yang berderit perlahan dibuka oleh waktu. Di balik pintu itu, bergemalah suara-suara yang dulu begitu akrab: suara Ibuk yang memanggilku dari balik etalase kaca, suara Bapak yang berdeham sebelum mengenakan sepatu dinas, suara Mak Srikin menata gula dengan cekatan, suara Kakung yang bercerita tentang pabrik gula tempatnya bekerja, dan suara Mbah Buyut yang lirih namun penuh doa.

Kenangan itu hidup, berdenyut, mengalir.
Entah mengapa, setiap kali aku mengingatnya—aku menangis.

 

1. Rumah Kecil yang Hangat

Masa kecilku bukan kemewahan, bukan pula kekurangan. Ia adalah selembar kain yang dijahit dari serpih-serpih kesederhanaan, ketekunan, dan cinta. Rumah kami bukan rumah besar, tetapi bagiku ia adalah dunia yang lengkap. Pintu kayunya sering menguarkan aroma yang khas ketika pagi tiba, aroma yang tercampur antara masakan Ibuk dan wangi kayu jati yang lembap oleh embun.

Ibuk Nuryatun, dengan sapu di tangan dan selendang yang selalu tergantung di bahunya, adalah matahari di rumah itu. Segala hal terasa terang ketika ia bergerak. Suaranya lembut namun tegas, cara bicaranya cepat namun penuh perhatian. Ia adalah perempuan yang seluruh kecamatan mengenal namanya, tetapi bagiku—ia hanya Ibuk. Perempuan yang rambutnya wangi sabun Lifebuoy dan selalu menepuk punggungku pelan ketika aku tertidur di pangkuannya.

Bapak Srijono, sebaliknya, adalah angin sepoi yang datang dengan keheningan. Pekerjaannya sebagai pegawai di Dispenda membuatnya selalu rapi; sepatu hitamnya mengilap, baju dinas cokelat selalu disetrika dengan lipatan yang presisi. Ia bukan laki-laki yang banyak bicara, tetapi dari kelembutan sorot matanya, aku tahu bahwa seluruh dunia ini ia jalani demi keluarganya.

Mereka berdua—Ibuk dan Bapak—adalah dua pilar hidupku. Mungkin karena itulah setiap kali aku mengingatnya, ada sesuatu yang mengetuk lembut di dalam dada. Sesuatu yang terasa seperti rindu yang belum sempat kuselesaikan.

2. Toko Nurida: Keramaian yang Menjadi Denyut Hidup Kami

Di antara deretan toko di kecamatan Kauman, ada satu yang selalu menjadi pusat keramaian: Toko Nurida. Bahkan sampai sekarang, ketika namanya disebut, aku masih bisa membayangkan papan kayu besar bertuliskan huruf-huruf itu, dicat putih dengan pinggiran biru. Toko itu adalah dunia kedua kami.

Ibuk adalah perempuan yang sangat lihai mengatur barang dagangan. Di tangannya, asesoris imitasi bisa tampak seperti perhiasan mahal; buku-buku tulis yang tersusun rapi bisa tampak seperti harta karun bagi anak-anak sekolah; dasi pramuka, topi seragam, badge sekolah, hingga blebet untuk kerajinan—semuanya seolah punya cerita mereka sendiri.

Aku sering duduk di sudut toko, mengamati pelanggan datang dan pergi. Kadang-kadang, aku tak sengaja tertidur bersandar pada tumpukan tas sekolah baru. Suara plastik, suara uang receh, aroma karton, dan tawa Ibuk yang ramah adalah musik masa kecilku. Terkadang Ibukku sering memberi bonus kepada pelanggan setianya. Ada anak yang berangkat sekolah kebetulan mampir dulu ke toko yang masih tutup, mengetuk pintunya, namun Ibukku dengan senang hati membuka bedhak (bahasa Jawa : pintu penutup). Walaupun ternyata, uang anak tersebut kurang, dengan sukarela pula Ibukku membiarkan anak itu membawa topinya dan mengatakan “silakan dibawa saja, kekurangannya besok.” Anak tersebut berangkat dengan speda ontelnya. Ibukku hanya membayangkan kalau itu anaknya. “Kasihan”, kata beliau.  

Tak jarang aku mendengar orang berkata, “Wah, ini anaknya Bu Nurida ya?” dengan nada yang setengah kagum, setengah iri. Aku tidak mengerti apa artinya saat itu, tetapi sekarang aku tahu: Ibuk adalah perempuan yang dihormati. Kerja kerasnya membuat toko kecil itu menjadi denyut ekonomi bagi banyak keluarga di kecamatan.

Aku bangga pada Ibuk—bangga dengan cara yang membuat mataku panas ketika menceritakannya sekarang.

3. Pasar Kliwon dan Mak Srikin

Jika Toko Nurida adalah dunia Ibuk, maka pasar Kliwon adalah kerajaan kecil milik Mak Srikin. Setiap kali aku dibawa ke sana, aku seperti memasuki dunia baru: penuh warna, aroma, dan suara. Pasar bukan hanya tempat jual beli, tetapi tempat di mana kehidupan mengalir tanpa jeda.

Toko Mak Srikin adalah toko pracangan, kata orang. Tapi bagiku, itu adalah hutan ajaib. Di sana ada:

  • gula putih yang dibungkus rapi dari ukuran satu ons hingga satu kilogram,
  • minyak goreng Filma dan Dorang yang botolnya berkilau ditimpa sinar matahari,
  • mi instan dan mi kuning yang tertata seperti gulungan tali emas,
  • kopi bubuk yang aromanya memenuhi udara,
  • beras dengan berbagai kualitas yang bunyinya khas ketika ditimba,
  • ikan asin pethek dan layur yang menggoda lauk makan siang,
  • dan kerupuk udang yang renyah bahkan sebelum digoreng.
  • Sabun mandi Lux, Lifebuoy, Giv, Palmolive, dll.
  • Shampoo merk apa saja Lifebuoy, Head and Soulder, Pantene,  juga tersedia.
  • Sabun cuci Rinso yang legend, So Klin, Boom, dll.

Mak Srikin tidak pernah lelah. Dengan tangan cekatan dan tatapan yang tajam, ia melayani pelanggan tanpa keluh. Suaranya nyaring, tetapi hangat. Ada dua orang pelayan Mbak Lamini dan Mbak Parti yang membantu Mak. Kadang-kadang aku membantu mengikat plastik gula atau menata mi instan di rak paling bawah. Meski hanya tugas kecil, aku merasa seperti bagian penting dari kerajaan itu, dan aku sering kali menjadi bos kecil, kasir di toko.

Ada masa ketika aku merasa Mak Srikin adalah perempuan paling kuat di dunia.

4. Kakung Nanang dan Cerita tentang Pabrik Gula

Kakung Nanang Moedjoko adalah laki-laki yang wajahnya selalu tampak teduh, seperti senja yang baru turun. Ia adalah seorang pensiunan tahun 1982 dari PG Modjopanggoong—nama besar yang mewarnai Tulungagung. Setiap kali Kakung bercerita, aku selalu membayangkan pabrik gula sebagai bangunan raksasa yang berdenyut seperti jantung kota. Setiap bulan Mei adalah waktu yang ditunggu semua pihak karena waktunya BUKA GILING, sebagai tanda beroperasinya mesin pembuat gula, dari proses penggilingan, sampai proses terakhir yang akhirnya menjadi gula dengan kualitas bagus. 

Pabrik Gula Modjopanggoong merupakan bangunan peninggalan Belanda dengan cerita Urban Legend yang membuat bulu kuduk merinding. Letak pabrik gula ini tidak jauh dari rumah Mak dan Nanang, hanya dibatasi pagar pabrik, tepatnya di timur rumah Mak dan Nanang. Sejak bayi,setiap harinya aku berada di rumah beliau berdua. Kami warga sekitar sangat beruntung, karena warga menikmati listrik dari pabrik gula tanpa membayar selama bertahun-tahun. 

Suatu sore, ketika langit berwarna oranye pucat, Kakung berkata padaku:

“Nduk, hidup itu kayak gula. Kalau mau manis, harus mau direbus, diperas, dilebur, dibentuk. Tak ada manis tanpa proses.”

Aku tidak sepenuhnya mengerti saat itu. Tetapi kelak, ketika aku dewasa dan melewati pahitnya hidup, aku sadar: Kakung tidak hanya membicarakan gula. Ia sedang mengajariku tentang kehidupan.

5. Mbah Buyut Kasmirah dan Doa-doa yang Lembut

Mbah Buyut Kasmirah adalah perempuan kecil berselendang putih, kulitnya keriput namun matanya bening seperti embun pagi. Setiap kali aku datang, ia menepuk punggungku dan mengatakan bahwa aku adalah cucu yang membawa rezeki.

Ia sering duduk di beranda, menenun doa-doa kecil untuk setiap anggota keluarga. Suaranya lirih, hampir tak terdengar, tetapi aku tahu doa-doanya itu seperti benang yang menjahit keberuntungan keluarga kami.

Mungkin itu sebabnya keluarga kami terasa begitu kokoh dulu—karena ada Mbah Buyut yang selalu menjaga dengan doa.

6. Masa Ketika Segalanya Masih Lengkap

Kadang aku merindukan masa ketika meja makan dipenuhi suara obrolan yang saling bersahutan. Ketika pagi terasa cerah hanya karena aku melihat Bapak mengayuh sepeda dinasnya. Ketika Ibuk memegangi tanganku sambil menyeberang jalan menuju toko. Ketika Mak Srikin tersenyum sambil menyuapi aku kerupuk udang. Ketika Kakung duduk di kursi bambu sambil menikmati kopi hitam. Ketika Mbah Buyut mengusap rambutku dengan tangan tuanya yang halus.

Mereka semua pernah ada—lengkap, hangat, utuh.

Barangkali itulah yang membuat kenangan itu begitu menyakitkan sekaligus membahagiakan: karena sekarang, banyak hal yang telah berubah.

Waktu tidak pernah benar-benar pergi, tetapi ia selalu membawa sesuatu dariku.

7. Mengapa Aku Menangis

Air mata yang jatuh setiap kali aku mengingat masa kecilku bukanlah air mata sedih semata. Mereka adalah air mata:

  • rindu pada masa ketika dunia terasa aman,
  • syukur kepada Tuhan atas keluarga yang begitu kuat,
  • haru karena aku dibesarkan dalam cinta yang tidak kumengerti saat itu,
  • dan kesadaran bahwa tidak ada yang abadi, kecuali kenangan.

Aku menangis karena masa kecilku adalah rumah yang tidak bisa lagi kutinggali, hanya bisa kukunjungi lewat ingatan. Aku menangis karena aku merindukan semua orang yang dulu duduk bersama di satu garis waktu—tetapi kini sebagian sudah kembali ke pangkuan Tuhan, sebagian menua, dan sebagian berubah oleh kehidupan.

Aku menangis karena di balik semua itu, aku masih anak kecil dari Toko Nurida, yang berjalan tanpa uang saku namun penuh keinginan untuk sukses. Anak yang percaya bahwa kerja keras bisa mengalahkan rasa takut kelaparan atau tidak bisa pulang. Anak yang diam-diam menaruh harapan pada keluarga yang membesarkannya.

8. Penutup: Jejak yang Tak Pernah Hilang

Kini, ketika aku berdiri di titik hidup yang sama sekali berbeda, aku sering menengok ke belakang. Bukan untuk menyesali, tetapi untuk mengingat dari mana aku berasal. Kenangan itu menguatkanku. Mereka adalah peta yang mengingatkanku bahwa aku dibentuk oleh tangan-tangan yang tulus.

Rumah itu mungkin sudah berubah. Toko Nurida mungkin tidak seramai dulu. Orang-orang yang dulu mengisi hari-hariku sebagian telah kembali ke alam lain. Tetapi jejak mereka tetap ada, membekas di setiap langkah yang kutapaki hari ini.

Setiap kali air mataku jatuh, aku tahu:
Itu bukan hanya kesedihan.
Itu adalah cinta.
Cinta kepada masa kecil yang mengajarkanku bahwa keluarga adalah rumah pertama, dan kenangan adalah rumah yang akan selalu kutinggali selamanya.

Sampang, 6-12-2025; 10:25

KARYA ILMIAHKU: MAKALAH "BAPAK TULUS"

  MAKALAH BAHASA INDONESIA MENGEMBANGKAN APRESIASI PROSA BERTEMA KEHIDUPAN     Disusun oleh: Nama                               ...