Jumat, 10 Oktober 2025

Cerita Mini : Triple Pengunjung Perpus

Cerita Mini

Triple Pengunjung Perpus

Oleh: Srisa

Siang itu, suasana Perpustakaan SMAGA terasa berbeda. Hembusan kipas angin berpadu dengan aroma khas buku-buku lama yang tertata rapi di rak kayu. Di pojok ruangan, terlihat tiga siswa kelas XII yang hampir lulus, Nofal, Syeman, dan Riski, tengah sibuk membuka lembar demi lembar buku pelajaran.

Perpustakaan SMAGA memang unik. Selain menjadi tempat membaca dan meminjam buku, ruangan ini juga disulap menjadi tempat salat bagi para siswa. Hal itu dilakukan karena musala sekolah tak mampu menampung semua siswa, terutama saat waktu salat zuhur dan asar. Di salah satu sudut, terhampar sajadah-sajadah bersih yang siap digunakan.

“Sudah adzan, Fal,” ujar Syeman sambil menutup buku sejarahnya.

Nofal, siswa berkacamata keturunan Madura dan Tionghoa-Sampang, sering dijuluki artis Korea, segera berdiri. Ia memang dikenal sebagai siswa yang tak pernah meninggalkan salat. “Ayo, salat dulu. Setelah itu baru lanjut baca novel yang kemarin kita incar,” katanya sambil tersenyum. Sedangkan Syeman, siswa asli Madura-Sumenep, sahabatnya yang juga tidak pernah meninggalkan salat. Sedangkan Riski, siswa yang memiliki talenta tarik suara,  kelasnya agak jauh dari perpustakaan, jadi lebih jarang berkunjung dibandingkan Nofal dan Syeman.

Setelah menunaikan salat berjamaah di sudut perpustakaan, ketiganya kembali ke pojok baca. Mereka sudah lama menjadi sumber tawa Bu Has, penjaga perpustakaan yang telah dua puluh tahun mengabdi di SMAGA. Wajahnya ramah, meski mulai tampak sudah sepuh tetapi masih bersemangat menjalankan tugasnya.

Hari itu, Bu Setia, kepala perpustakaan baru yang menjabat dua bulan, datang membawa kabar gembira.
“Anak-anak, kita baru saja menerima hibah dari donatur buku,” katanya penuh semangat. “Ada dua novel dan satu antologi puisi: Indigo tapi PenakutBad Boy, dan Anova.”

Ketiga siswa itu langsung menatap penuh antusias.
“Wah, saya mau Indigo tapi Penakut, Bu!” seru Nofal cepat.
“Kalau gitu, saya ambil Bad Boy,” sambung Riski tak mau kalah.
Syeman hanya tersenyum, “Saya nggak apa-apa deh kalau dapat Anova. Saya memang suka puisi.”

Setelah melalui proses pendataan, penempelan barcode, dan penyegelan stempel perpustakaan, ketiga buku itu akhirnya resmi bisa dipinjam. Namun, mereka bertiga sepakat tidak membawa pulang buku-buku tersebut. Mereka ingin membacanya setelah salat atau ketika jam kosong, sebab kelas mereka berada tepat di depan perpustakaan.

Beberapa hari kemudian, Winda, siswi yang juga hobi membaca, datang dan mencari novel baru itu. “Bu Has, di mana letak novel Indigo tapi Penakut-nya?” tanyanya penasaran. Bu Has tersenyum kecil. “Di situ, Nak. Tapi sudah dipinjam Nofal, ituuu. Sambil menunjuk Nofal yang fokus membaca di pojok ruangan. Kamu tunggu saja, nanti kalau sudah selesai, kamu bisa pinjam.”

Winda mengangguk pelan. “Wah, ternyata sekarang buku-buku menarik cepat sekali dipinjam. Banyak juga ya yang suka membaca.”

Hari-hari berlalu. Ketiganya tetap rajin berkunjung, membaca, dan salat di perpustakaan. Namun waktu berjalan cepat. Tak terasa mereka harus bersiap menghadapi ujian kelulusan. Pada hari terakhir mereka datang, Bu Has menatap ketiganya dengan mata berkaca-kaca. “Siapa ya nanti yang menggantikan kalian?” ucapnya lirih. “Kalian ini siswa paling setia datang ke perpustakaan. Selalu membaca, meminjam, bahkan salat di sini.”

Bu Setia yang berdiri di sampingnya menimpali, “Benar, Bu Has. Di antara siswa zaman sekarang, mereka termasuk yang masih menghargai buku. Kaum genzi sekarang lebih banyak bermain gawai di waktu luang mereka. Tapi lihatlah tiga anak ini, mereka masih setia dengan buku-buku.”

Ketiganya tersenyum mendengar ucapan itu. “Terima kasih, Bu. Kami akan selalu ingat, bahwa ilmu bisa datang dari mana saja, tapi buku tetap sahabat terbaik,” ujar Nofal dengan penuh hormat.

Sejak hari itu, setiap kali perpustakaan terasa sepi, Bu Has selalu menatap rak buku di pojok tempat ketiganya biasa duduk. Ia tahu, semangat membaca dan beribadah yang mereka tinggalkan akan menjadi teladan bagi adik-adik kelasnya.

Yang perlu diingat, meskipun zaman dan teknologi semakin maju, buku tetap menjadi sumber ilmu yang tak tergantikan. Kita harus terus menghargai buku, membaca, dan menjaga perpustakaan sebagai tempat menimba pengetahuan dan memperkuat iman.

       Sampang_10-10-2025_09:10_ perpus_smaga

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARYA ILMIAHKU: MAKALAH "BAPAK TULUS"

  MAKALAH BAHASA INDONESIA MENGEMBANGKAN APRESIASI PROSA BERTEMA KEHIDUPAN     Disusun oleh: Nama                               ...