Selasa, 07 Oktober 2025

Cerita Mini: Hati Seluas Samudera Oleh : Srisa

 

Cerita Mini:

Hati Seluas Samudera

Oleh : Srisa

 

Pagi itu, suasana rumah keluarga Rere terasa hangat. Ibu sedang menyiapkan sarapan sambil sesekali menatap kedua anaknya yang duduk di meja makan. Rere, gadis kelas XI yang penurut, sedang membantu menata piring. Sedangkan adiknya, Riza, masih sibuk menatap layar ponselnya. Jemarinya lincah bermain game, seolah dunia di sekitarnya menghilang.

“Riza, tolong ambilkan baju di jemuran, Nak,” pinta ibu lembut sambil melipat kain.
Riza bahkan tidak mengangkat wajahnya. “Nanti saja, Bu. Tanggung, sebentar lagi naik level,” jawabnya cuek. Ibu hanya mengelus dada, menatap anak laki-laki yang dulu begitu ceria, kini lebih sering sibuk dengan layar kecil di tangannya. Rere yang melihat hal itu hanya bisa menunduk, ingin suasana menjadi tegang.

Keesokan paginya, Ibu meminta tolong Riza untuk mengaduk bubur untuk sarapan pagi. Riza tidak mendengarkan. Sampai-sampai kakaknya agak berteriak kesal. “Riza, saya masih menyiapkan piring saji kalau kakak bertangan empat, pasti tidak akan meminta tolong kamu!”

Ibu hanya bisa tersenyum getir melihat anak laki-lakinya yang sangat bergantung kepada HP. Beliau menyesalkan kelakuan Riza dan berucap doa, “Ya Allah, berikanlah kesadaran untuk anak hamba”.

        Beberapa hari kemudian, ibu dan Rere harus pergi ke luar kota untuk menjenguk saudara yang sedang sakit. “Riza, kamu ikut, ya?” ajak ibu.
Riza menggeleng malas. “Nggak usah, Bu. Di rumah saja, lagian perjalanan jauh, capek.”
Ibu menatapnya sejenak, lalu tersenyum tipis. “Baiklah, tapi jaga rumah baik-baik, Nak. Jangan lupa makan dan istirahat cukup.”
“Ya, ya,” jawab Riza tanpa menoleh, masih asik dengan ponselnya.

Selama ibu dan Rere pergi, Riza menghabiskan waktu hanya dengan bermain game. Ia lupa makan, lupa tidur, bahkan lupa mandi. Hari berganti malam, malam berganti pagi, hingga tubuhnya mulai lemas. Pandangannya kabur, kepala terasa berat, tetapi tangannya masih berusaha menekan tombol di layar. Hingga akhirnya, gelap. Ia pingsan di ruang tamu.

        Teman Riza, Riko, yang kebetulan datang berkunjung, panik melihat Riza tergeletak. Tanpa pikir panjang, ia segera meminta bantuan tetangga dan membawa Riza ke rumah sakit. Sementara itu, Rere yang baru tiba di rumah saudara menerima kabar mengejutkan melalui telepon dari Riko. “Kak Rere, Riza pingsan! Sekarang dia di rumah sakit!”
Rere menjerit kaget, dan segera memberi tahu ibunya. Tanpa berpikir panjang, mereka bergegas pulang.

Di rumah sakit, Riza terbaring lemah dengan infus di tangannya. Ibu duduk di sampingnya, wajahnya tenang meski matanya sembab. “Riza, Nak… Ibu sudah bilang, jangan terlalu lama main HP. Semua yang berlebihan itu tidak baik,” ucapnya lirih sambil membelai rambut anak laki-lakinya. Air mata Riza menetes. Dalam hatinya ia merasa bersalah. Ia baru sadar, selama ini terlalu egois dan tidak pernah mendengarkan nasihat ibunya. Ia telah menyia-nyiakan perhatian dan kasih sayang yang begitu besar.

Sejak saat itu, Riza berubah. Ia mulai membantu ibu tanpa disuruh, belajar mengatur waktu, dan jarang sekali bermain game terlalu lama. Ia tahu, kasih sayang seorang ibu begitu luas, seluas samudera yang tak pernah kering meski terus menampung gelombang kesalahan anaknya.                                                                                                   Sampang, 6-10-2025

 

Bottom of Form

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARYA ILMIAHKU: MAKALAH "BAPAK TULUS"

  MAKALAH BAHASA INDONESIA MENGEMBANGKAN APRESIASI PROSA BERTEMA KEHIDUPAN     Disusun oleh: Nama                               ...