Rabu, 15 Oktober 2025

Cerita Mini : Pilihan Ariya

 

Pilihan Ariya 

Karya : Srisa

Suara bel istirahat baru saja berhenti. Kelas XII-1 mulai tenang kembali. Di bangku dekat jendela, Ariya menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut. Pesan dari panitia Kompetisi Putra-Putri Daerah Sampang (KPPDS) baru saja masuk.

“Selamat! Kamu lolos seleksi tahap awal dan wajib mengikuti karantina mulai tanggal 2 sampai 8!”

Ariya menelan ludah.
Tanggal 2 sampai 8... bukankah itu juga jadwal Tes Kemampuan Akademik (TKA) SNBP?

“Kenapa wajahmu tegang banget, Ariya?” tanya Nita, sahabat sebangkunya.

Ariya menghela napas panjang. “Aku baru aja dapet kabar kalau aku lolos KPPDS. Tapi… karantinanya bentrok sama TKA.”

“Lho, dua-duanya penting, kan?” Nita menatapnya prihatin. “Tapi, kalau salah pilih… bisa fatal juga.”

Ariya diam. Ia tahu Nita benar.
Sementara di sudut kelas, Endi—cowok yang selama ini selalu jadi penyemangat sekaligus sumber baper-nya—sedang tertawa bersama teman-teman. Ia juga peserta KPPDS. Semakin rumit rasanya.

Siang itu, setelah jam pelajaran terakhir, Ariya dipanggil ke ruang guru.
Bu Hera, wali kelasnya, duduk dengan ekspresi lembut tapi tegas.

“Ariya, Ibu dengar kamu terpilih ikut KPPDS, ya?”
“Iya, Bu…” jawab Ariya pelan.
“Bagus, kamu anak yang aktif. Tapi Ibu ingin kamu pertimbangkan baik-baik. TKA itu menentukan masa depan kuliahmu. Kalau kamu tinggalkan seminggu, risikonya besar.”
“Tapi Bu, kesempatan ikut KPPDS itu juga langka. Aku pengen coba… pengen banggain sekolah juga.”
“Ibu paham,” kata Bu Hera lembut. “Tapi kamu juga harus realistis. Kamu termasuk siswa eligible. SNBP bisa jadi jalan masa depanmu.”
“Jadi Ibu tidak mendukung saya ikut KPPDS?”
“Ibu tidak bilang begitu. Ibu hanya ingin kamu menimbang: mana yang benar-benar menjadi harapanmu.”

Kata-kata Bu Hera menggantung di kepala Ariya bahkan sampai malam.

Di rumah, Ariya berdebat dengan dirinya sendiri. Endi sempat menelpon.

“Ariya, kamu bakal ikut KPPDS juga, kan? Seru lho kalau kita satu karantina,” suara Endi terdengar bersemangat.
“Aku… belum tahu, Di. TKA-nya bentrok.”
“Ya ampun, Ariya. Kamu bisa kok bagi waktu. Aku yakin kamu bisa. Lagian, ini kesempatan langka!”
“Tapi, kalau aku gagal TKA, gimana?”
“Kamu gak akan gagal. Aku yakin kamu hebat.”

Ariya terdiam. Suara Endi menenangkan, tapi juga menambah beban di pikirannya.

Hari berganti cepat. Tanggal 2 tiba.
Semua teman di kelas sibuk mengerjakan soal TKA hari pertama. Ariya menatap lembar jawabannya dengan perasaan campur aduk. Setiap kali menulis jawaban, pikirannya terbang ke KPPDS.

Bu Hera lewat di sela-sela bangku dan menepuk pundaknya pelan.

“Fokus dulu pada satu hal, Ariya Setelah itu baru putuskan langkah berikutnya.”

Ariya mengangguk pelan. Tapi di hatinya, badai belum reda.

Tapi di saat yang sama, ponselnya kembali bergetar. Pesan baru dari panitia KPPDS:

“Selamat! Anda lolos ke tahap karantina. Harap hadir besok pukul 08.00.”

Ariya menatap dua pesan di depan matanya, satu dari dunia akademik, satu dari dunia mimpi dan panggung. Ia menatap ke luar jendela, tempat matahari sore menembus kisi-kisi kelas.

“Jadi… apa sebenarnya harapanku?” bisiknya lirih.

Dan cerita berhenti di situ, menggantung di antara dua jalan, di antara logika dan perasaan, antara masa depan dan kesempatan sesaat.

Sampang, 16-10-2025; 03:13

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARYA ILMIAHKU: MAKALAH "BAPAK TULUS"

  MAKALAH BAHASA INDONESIA MENGEMBANGKAN APRESIASI PROSA BERTEMA KEHIDUPAN     Disusun oleh: Nama                               ...