Rabu, 25 Juni 2014

CERMIN : Flash Back Kata Waktu : Langit Masih Cerah!


                                       Kata Waktu : Langit Masih Cerah!

                        Karya: Srisa

Pagi itu setelah salat subuh ku buka tirai kamar, melihat suasana yang masih agak gelap. Ku bereskan kamar sebentar. Kemudian bergegas menuju dapur dan seperti biasa ku bantu ibu menyiapkan makan pagi. Sebentar kulihat ibu yang sibuk mengaduk masakan.  
“Ada apa, Sa?” Tanya ibu.
“Eee, tidak apa-apa, Bu!” jawabku tergagap.
Ibuku begitu sempurna, semua dilakukan, dan terlihat begitu menikmati hidup walaupun bebannya begitu berat. Setelah ditinggal ayah tiga tahun lalu, beliaulah yang menjadi tulang punggung keluarga. Walaupun uang pensiun ayah tetap menyangga kehidupan keluarga kami, ibu tetap mencari tambahan penghasilan. Jadi, aku sebagai anak laki-laki sulung di keluarga ini harus dapat membantu ibu ala kadarnya. Jangan heran kalau aku bisa memasak masakan sederhana.  Seperti halnya ayah dulu, yang tidak pernah sungkan membantu ibu di dapur. Ayah sangat menghormati dan menyayangi ibuku, cie cie!
Setelah selesai membantu ibu, ku siapkan peralatan sekolah dan mandi.  Setelah mandi ku lihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.00 wib. Alhamdulillah, setelah ini berangkat sekolah dengan sepeda motor kesayanganku.  Dengan langkah ceria ku menyusuri halaman sekolahku dengan menuntun sepeda motorku. Tahu tidak? Di sekolah ini, siapa pun orangnya harus menuntun sepeda motor atau sepeda anginnya sampai menuju tempat parkir. Kecuali mobil, sih. Ketika berjalan menuju kelas, tanpa ku duga mata ini melihat makhluk Tuhan yang begitu indah. Ya, dia adik kelas dua tahun di bawahku.  Gadis itu tampak cuek. Ya, aku harus tahu diri dan pasrah. Jika sudah waktunya, Tuhan akan menjadikan hidup ini indah, kata Ibu.
Bel istirahat berdentang, aku menuju perpustakaan. Dan, kulihat gadis itu lagi. Kali ini dia melihatku. Lalu, dia asik membaca bukunya lagi. Ah, sudahlah, mengapa aku seperti ini?
Ketika pulang sekolah, di tempat parkir tanpa sengaja ku menyenggol seseorang. Hahhh, ternyata gadis itu lagi.
“Maaf, maaf, tidak sengaja!” pinta maafku padanya.
Dia tidak menjawab sama sekali. Aneh, dan aku menjadi salah tingkah.
Entah mengapa, malam itu aku selalu teringat gadis itu. Sampai-sampai aku tidak konsentrasi belajar fisika. Untung saja, besok tidak ada ulangan. Tidak terasa malam semakin larut. Ibu menyapa di balik pintu, mungkin dilihatnya lampu kamar masih menyala.
“Sa, belum tidur,ya?” tanya ibu.
“Belum, bu. Tidak bisa tidur!” jawabku terus terang.
Memang, aku tidak bisa bohong pada ibuku. Rahasia apapun, tidak pernah ku simpan sendiri. Semua boleh menyangka bahwa aku anak mama, tetapi aku tidak pernah bermanja-manja. Aku dapat mandiri kok!
Pagi ini, mataku begitu sulit dibuka.
“Sa, bangun. Salat, Nak!” Ibuku membangunkanku.
Mau tidak mau harus bangun.
“Maaf, bu. Usa tidak membantu ibu” aku meminta maaf pada ibuku. Ibuku hanya senyum.
“Kamu lagi jatuh cinta ya, Sa?” selidik ibu.
“Ah, ibu kok tanya begitu?”jawabku.
“Wajarlah, kamu sudah besar tetapi jangan sampai mengganggu sekolah, ya? Ingat pesan
 ayah! Semua indah pada waktunya” Kata Ibu mengingatkanku.
Akhirnya, hari berganti hari, tahun berganti tahun. Kutinggalkan Ibu dan tiga adikku untuk menuntut ilmu di kota Intan. Selama empat tahun ini aku kerjakan tugas-tugasku dengan suka cita. Wajah Ayah, Ibu, dan adik-adikku mengikuti setiap waktu. Atas izin Tuhan, kuselesaikan semuanya dengan tertatih-tatih. Berbekal beasiswa TID ku melangkah dengan percaya diri. Walaupun untuk memperolehnya, aku harus berjungkir balik, mempertahankan nilai bagus, mengerjakan tugas-tugas, dan terengah-engah mencari uang untuk makanku sehari-hari di kampus biru. Untuk ini, aku memang menyembunyikannya dari Ibu agar beliau tidak bersedih memikirkan kesusahanku.
Tidak tahu mengapa, tiba-tiba berkelebat wajah Gadis SMA-ku. Padahal tidak pernah membayangkan gadis itu sedikitpun. Aku fokus ke studi hingga skripsi selesai. Tinggal menunggu wisuda dan mengurus SK TID dari beasiswa yang ku peroleh selama dua tahun berkuliah sehingga selepas lulus berkuliah, langsung dapat kunikmati dunia kerja. Sampai akhirnya berjumpa lagi dengannya di kampus ini. Kok, dia di sini? Kali ini kuberanikan diri menyapanya?
“Assalamualaikum, Kamu adik kelasku di SMA Negeri 1 Damai, kan?” sapaku.
“Waalaikum salam. Oooh, ya! Ya, sepertinya ya, sih” katanya cuek. Waduh, masih tetap sama, cuek! Ya, Tuhan, kok begini, ya?
“Ya, sudah Dik, saya duluan.” Kataku pamit.
“Tunggu, Kak! Maaf, ya? Saya pindah ke kampus ini tahun kedua kuliah” Jawabnya masih cuek, tetapi sudah agak ramah. Walaupun senyumnya begitu mahal.
“Adik kos di mana?” tanyaku.
“Di Perumahan Setia II/ 13, silakan kakak main-main ke sana” jawabnya lagi.
Wow, ada seberkas harapan untukku.
“Ya, sudah, Dik. Maaf kalau saya sudah mengganggu” kataku minta maaf. Kali ini, dia senyum. Indah sekali.  Perasaan klasik menimpa terbelalaknya hati.
Deg, degan rasanya menunggu saat wisuda dan setelah itu SK-ku turun. Aku menunggu untuk mengatakan sesuatu pada Gadis itu. Pasti ibuku menyukainya. Gadis itu bukan seperti gadis kebanyakan. Cuek sekali dengan cowok. Sepertinya, dia memang untukku.  Ah, aku sudah berandai-andai. Ah!
“Bu, insyaallah tiga minggu lagi Usa wisuda dan dua bulan lagi SK-Ikatan Dinas turun. Aku
 ingin memperkenalkan seorang gadis pada Ibu” kataku pada Ibu di hape.
“Aduh, aduh, pacarmu, ya, Sa?” tanya Ibu.
“Belum, bu! Usa belum menyatakan pada gadis itu” jawabku mementahkan.
“Lo, terus bagaimana?” Ibu bertanya tidak mengerti.
Lalu, kujelaskan semuanya. Dan, Ibu mendoakan agar semua lancar.
Tak kuduga, keberanianku muncul dengan tiba-tiba. Kakiku melangkah mantap ke kos-kosan gadis itu. Ku ketuk pintu berukiran jepara itu. Pintu itu dibuka oleh seorang perempuan setengah baya yang sangat ramah dan masih tampak gurat-gurat kecantikannya.
“Maaf, Bu. Apa benar Adik siapa ya namanya?” tanyaku kebingungan.
Betapa bodohnya aku, ya? Aduhhh!
“Mencari siapa, ya, Dik?” Kata perempuan itu.
Agak lama aku berpikir. Lalu, beliau menimpali lagi, mungkin kebingungan melihat tingkahku.
“Di rumah ini hanya ada seorang gadis yang bernama Srisa, keponakan saya” Jawab ibu pemilik rumah.
“Ooo, ya, Bu. Dik Srisa” Jawabku tergagap-gagap.
Gadis itu Srisa. Jadi, dia tinggal dengan tantenya.
Tak lama kemudian datanglah gadis itu. Sekali lagi, betapa bodohnya aku, yang tidak tahu namanya. Asli bodoh, nih.
“Kak, kak, kak? Melamun, ya?” tanyanya sambil mengibas-ibaskan tangannya di depan wajahku.
“Ooo, ya eee tidak, tidak!” Jawabku menampik tuduhannya.
“Adik, nama Adik Srisa, ya?” tanyaku mengalihkan gurauan gila ini.  
“Ya, kak. Nama kakak siapa?” tanyanya lagi.
Eee, ternyata dia pun tidak tahu namaku. Walah, walah! Podho ae!
“Nama saya Usa!” jawabnya.
Waktu berlalu dengan cepatnya sudah menunjukkan pukul 20.45 WIB. Aku harus mengakhiri saat yang menyenangkan ini. Sayang sekali. Tetapi, aku harus selalu mengingat pesan Ibu, berkunjung  ke rumah cewek itu ada batasannya, pukul 21.00 WIB.
Ketika tiba saat mengungkapkan, perasaan berkecamuk menyelimuti seluruh ruang jantungku. Bintang tidak berkedip sedikit pun. Hingga dag dig dug! Dan,
“Dik, sebenarnya saya suka, sayang pada Adik! Kalau Adik belum bisa menjawab sekarang, tidak masalah. Saya akan menunggu.” Kata ku dengan serba ada.
Serba berkecamuk. Serba salah. Serba betul. Ah, tidak tahulah. Pasrah saja!
Dua bulan berlalu. Dari sikapnya ku merasa, dia telah menjatuhkan bintangnya pada ku. Semoga tidak bertepuk sebelah tangan itu pintaku.
17 Oktober 2014, Rasa gundah terjawab. Bagai kejatuhan bulan kata pujangga. Rasanya ingin cepat-cepat menemui Ibu dan memintanya untuk melamar Gadis itu.
“Bu, semua indah pada waktunya, kan?” tanyaku pada Ibu.
“Ya, Sa. Jangan ragu dengan dirimu!” jawab Ibu.
“Insyaallah, Bu!” yakinku.  
Ku persembahkan studi ini untuk Ibu, adik-adik,  dan untuk masa depanku. Masa depanku, Srisa.
Sampai akhirnya langit kian cerah, secerah cerita indah hari ini dan hari-hariku selanjutnya. Yang penting, percaya pada-Nya, berupaya yang terbaik, pasti Tuhan mengabulkan prasangka baik. Begitulah, bintang meyakinkan.
“Ya, kak. Ku terima!” jawabnya.   Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah seru sekalian alam.

Rabu, 25 Juni 2014, 13.28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARYA ILMIAHKU: MAKALAH "BAPAK TULUS"

  MAKALAH BAHASA INDONESIA MENGEMBANGKAN APRESIASI PROSA BERTEMA KEHIDUPAN     Disusun oleh: Nama                               ...